Sejarah
Tari Piring
Pada
awalnya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat
setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah.
Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian
diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
Setelah
masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi Tari Piring tidak lagi digunakan
sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut
digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada
acara-acara keramaian.
Di
Malaysia , tarian piring dipersembahkan ketika majelis perkawinan terutama bagi
keluarga berada, bangsawan dan hartawan di sebuah kampung. Tarian ini biasa
dilihat di kawasan Seremban, Kuala Pilah dan Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada
yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap dan pakaian tarian tidak lengkap.
Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput kumpulan tarian ini
mempersembahkan tarian piring. 10 - 20 menit diperuntukkan untuk persembahan
tarian ini.
Tarian
piring dan silat dipersembahkan di hadapan mempelai di luar rumah. Majelis
perkawinan atau sesuatu apa-apa majlis akan lebih meriah jika diadakan tarian
piring. Namun begitu, segelintir masyarakat tidak dapat menerima kehadiran
kumpulan tarian kerana dianggap ada percampuran lelaki dan perempuan. Bagi
mengatasi masalah itu, kumpulan tarian disertai hanya gadis-gadis sahaja.
Kira-kira
8 (delapan) abad yang lalu, Tari Piring telah ada di wilayah kehulauan Melayu.
Tari Piring identik dengan Sumatera Barat. Hingga masa kerajaan Sri Vilaya,
eksistensinya masih ada bahkan semakin mentradisi. Pada saat masa-masa kejayaan
kerajaan Majapahit lah, tepatnya abad ke-16, kerajaan Sri Vijaya dipaksa jatuh.
Namun
demikian, Tari Piring tidak lantas ikut lenyap. Bahkan, Tari Piring mengalami
perkembangan ke wilayah-wilayah Melayu lain seiring hengkangnya pengagum setia
Sri Vijaya. Bergantinya pelaku peradaban memaksa adanya perubahan konsep,
orientasi dan nilai pada Tari Piring.
Pada
awalnya Tari Piring diperuntukkan buat sesembahan para dewa, dibarengi dengan
penyediaan sesaji dalam bentuk makanan yang lezat-lezat. Tarian ini dibawakan
oleh beberapa perempuan yang dengan penampilan khusus, berbusana indah, sopan,
tertib, dan lemah lembut.
Dalam
perjalanannya, orientasi atau tujuan sesembahan Tari Piring bergeser drastis.
Ketika Islam datang, orientasi penyajian tidak lagi tertuju pada para dewa,
namun dipersembahkan kepada para raja dan pejabat, khususnya saat ada pertemuan
atau forum khusus dan istimewa lainnya. Selain itu, Tari Piring juga semakin
populer dan tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan elit tertentu.
Tidak
cukup sampai disitu, perubahan orientasi terus dilakukan. Arti dan makna Tari
Piring diartikan secara agak luas. Dalam konteks ini, raja tidak harus kepala
negara atau pemimpin kekusaan politik pada rakyatnya, tapi bisa dianalogikan
dengan sepasang pengantin. Sang pengantin adalah raja, yaitu “raja sehari”.
Karena itulah tradisi Tari Piring kerap dipersembahkan dihadapan “raja sehari”
(pengantin) saat bersanding dipelaminan dalam acara walimatul ‘arsy.
Tari
Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang, adalah salah
satu jenis Seni Tari yang berasal dari Sumatra Barat yaitu masyarakat
Minangkabau disebut dengan Tari Piring karena para penari saat menari membawa
piring.
Pada
awalnya dulu kala Tari Piring diciptakan untuk memberi persembahan kepada para dewa
ketika memasuki masa panen, tapi setelah datangnya agama islam di Minangkabau
Tari Piring tidak lagi untuk persembahan para dewa tapi ditujukan bagi
majlis-majlis keramaian yang dihadiri oleh para raja atau para pembesar negeri,
Tari Piring juga dipakai dalam acara keramaian lain misalnya seperti pada acara
pesta perkawinan.
Mengenai
waktu kemunculan pertama kali Tari Piring ini belum diketahui pasti, tapi
dipercaya bahwa Tari Piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800
tahun yang lalu. Tari Piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan
berkembang hingga pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad
ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong Tari Piring berkembang ke
negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sri wijaya
saat itu.
Sumber : http://tari-piring.blogspot.com/
0 kritik dan saran:
Posting Komentar